Trans Jogja Suka Ngebut?

Benar adanya bahwa Trans Jogja suka ngebut. Bis yang cukup gempal dengan warna cat hijau tua tersebut tak lagi berjalan dengan pelan dan teratur. Jujur saya was-was kalau bertemu dengan Trans Jogja di jalanan. Mengalah saja.

Coba tanya saja orang-orang yang menggunakan jalanan di Kota Yogyakarta. Bis hujau tua, yang catnya sudah banyak yang pudar, itu memang menjadi penguasa jalan. Tak semua bis Trans Jogja suka ngebut tentunya. Tapi jumlah bis Trans Jogja yang ngebut tak sedikit. Ditambah dengan ‘hobi’ Trans Jogja yang cukup sering menggunakan klakson.

Setali tiga uang, coba tanya juga pengguna bis hijau tua yang kini armadanya tak lagi muda. Orang lanjut usia sudah banyak yang takut naik Trans Jogja. Orang tua pun khawatir bila anak-anak mereka yang masih kecil naik bis itu. Takut celaka karena susah untuk berdiri di dalam bis bila bisnya melaju kencang dan bergoyang ke kanan dan ke kiri secara mendadak dan tiba-tiba. Lupakan mereka yang difabel karena bis ini tak mengakomodasi mereka yang menggunakan kursi roda dan tuna netra. Bisa sih bisa tapi resikonya besar.

Banyak penduduk Yogyakarta yang cukup iri dengan Kota Jakarta dan Kota Solo. Ada Transjakarta dan Batik Solo Trans. Transjakarta berjalan relatif cepat tapi stabil, badannya besar sehingga mengakomodasi lebih banyak orang dan memiliki halte yang cukup besar. Sedangkan Batik Solo Trans berjalan cukup santun dan tak cepat-cepat amat. Meski keduanya tak cukup mengakomodasi kaum difabel, minimal cukup nyaman bagi pengguna umum dan tak ngebut di jalanan.

Kalau melihat Trans Jogja jadi ingat dengan Bis Kota, Kopata atau Kobutri yang jumlah armadanya masih besar pada beberapa tahun yang lalu. Identik dalam hal mengebut. Padahal adanya Trans Jogja seyogyanya menjawab kebutuhan transportasi umum yang murah, berkualitas dan santun.

Kenyataan berbeda dengan harapan. Suka ngeri kalau naik Trans Jogja karena harus pegangan dengan erat jika tak ingin jatuh; baik duduk atau berdiri. Lebih ngeri lagi jika berpapasan atau berdekatan dengan bis hijau tua ini di jalan. Bis ini memang tak mewakili lagi ciri khas Yogyakarta. Pelan dan santun.

Atau mungkin… Trans Jogja sudah merepresentasikan ciri khas Yogyakarta masa kini. Asal cepat dan tak lagi santun. Sayang sekali.

6 respons untuk ‘Trans Jogja Suka Ngebut?

  1. Pas baca yang ini;

    …Kalau melihat Trans Jogja jadi ingat dengan Bis Kota, Kopata atau Kobutri yang jumlah armadanya masih besar pada beberapa tahun yang lalu. Identik dalam hal mengebut…

    Ngebut? Saya kok timbul pertanyaan di benak. Jogja yang terkenal budaya Jawanya masih kental terkait kehidupan keratonnya yang dilestarikan. Kok ngebut, atau identik tergesa-gesa, bisa ditemui ya! Bukankah di masyarakat Jawa kita dikenal falsafah alon-alon waton kelakon. Tentu rasanya Trans Jogja yang tabiatnya ngebut itu merusak citra Jogja yang santun.

    Suka

    1. Nah itu dia. Kok bisa ngebut? Kalau bukan masalah kejar setoran, ya berarti mentalitas sopirnya…

      Mungkin pertanda dan fakta bahwa Jogja sudah kehilangan budayanya secara drastis… Apa boleh dikata…

      Suka

  2. Wah repot juga jika bicara dua hal ini. Saya tidak tahu manajemen Trans Jogja ini, apa mereka menerapkan target pendapatan atau tidak. Kalau iya, kejar setoran bisa jadi bagian dari itu. Kalau soal mental, ini juga tidak mudah dibina, bukan berarti tidak bisa. Kira-kira ada solusi lain supaya tidak ugal-ugalan?

    Atau diganti trem saja! Seperti yang sampeyan tulis di link ini: https://munggur.wordpress.com/2014/09/29/trem-di-surabaya-dan-di-yogyakarta/ Kayaknya trem ngak bakalan ugal-ugalan.

    Suka

    1. Solusinya terletak pada kesungguhan operator sendiri untuk memberikan layanan berkualitas.

      Trem? Setuju sekali. Sayangnya biaya operasional trem lebih tinggi ketimbang armada bis. Trem juga membutuhkan infrastruktur yang memadai sekaligus (lagi-lagi) kesungguhan pemerintah daerah untuk berinvestasi untuk pengadaam trem. Umumnya negara-negara Eropa yang sanggup membangun dan merawat trem. Kota Yogyakarta belum cukup mampu mendanai trem.

      Sedangkan trem-nya sendiri bisa membelinya dari produsen seperti Alstom dari Perancis yang modern.

      Suka

  3. Sekarang jumlah bis Batik Solo Trans yang ugal-ugalan juga banyak…..nerobos lampu merah, berjalan di jalur lawan arah, kecepatan melebihi 60km/h…Saya sendiri juga pernah terjatuh didalam bis BST karena tiba-tiba berjalan dengan kecepatan tinggi saat saya baru masuk kedalam bis.

    Suka

Tinggalkan komentar